Showing posts with label Pharmacist. Show all posts
Showing posts with label Pharmacist. Show all posts

Friday, June 23, 2017

Laporan Praktikum Farmakologi Dosis Respon

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

logo stikes hi jambi

DOSEN PENGAMPU :
YUNI ANDRIANI, M.Si, Apt.

OLEH :
KELOMPOK 1
· SRI WAHYUNI        NIM.1548201001
· INDRIAWATI           NIM.1548201002
· M.HABIBIE             NIM.1548201003
· LIKHA ULANDARI NIM.1548201004

PROGRAM STUDI FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU
JAMBI
2017


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat-obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khususs dengan cara mengubah aktivitas biofisika dan biokimia makromolekul. Pemikiran ini sudah berlangsung lebih dari seabad dan diwujudkan dengan istilah reseptor. Afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obat-reseptor (drug-receptor complexes) dalam jumlah yang berarti, dan jumlah reseptor secara keseluruhan dapat membatasi efek maksimal yang ditimbulkan oleh obat.

Respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yg tidak dapat meningkat kan respon lagi. Memilih di antara sekian banyak obat dan menentukan dosis obat yang tepat, seorang dokter harus mengetahui potensi relative farmakologis dan efikasi maksimal obat dalam kaitannya dengan efek terapeutik yang diharapkan. Potensi mengacu pada konsentrasi(EC50) atau dosis (ED 50) obat yang diperlukan untuk dapat menghasilkan 50% efek maksimal obat tersebut. Potensi obat bergantung sebagian pada afinitas reseptor untuk mengikat obat dan sebagian lagi pada efisiensi interaksi, yang mana interaksi reseptor obat dihubungkan terhadap respon.

Perlu dibedakan antara potensi obat dan efikasi. Keefektifan obat secara klinik tidak bergantung pada potensinya (EC50), tetapi pada efikasi maksimalnya dan kemampuannya mencapai reseptor yang bersangkutan. Kemampuan ini dapat bergantung pada cara pemberian, penyerapan, distribusi di dalam tubuh, dan klirens dari darah atau titik tangkap obat. Efikasi obat yang maksimal jelas krusial untuk mengambil keputusan klinik ketika diperlukan respon yang besar. Potensi farmakologis sebagian besar dapat menentukan dosis obat terpilih yang diberikan.

Kuantal efek dosis sering kali dikarakterisasi dengan menyatakan dosis efektif median (ED50, median effective dose ), dosis dimana 50% individe-individu yang menunjukkan efek kuantal tertentu. Demikian pula dosis yg di perlukan untuk menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan - hewan disebut dengan dosis toksis median (TD50, median toxic dose). Kalau secara efek toksiknya adalah kematian hewan tersebut, maka dapat ditentukan secara eksperimental dengan dosis lethal 50 (LD50, median lethal dose). Satu perhitungan, yang menghubungkan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dengan dosis yang menghasilkan efek yang tidak diinginkan disebut sebagai indeks terapeutik. Indeks therapeutik ini biasa di rumuskan sebagai rasio dari LD50 dengan ED50.

1.2. Rumusan Masalah

· Bagaimana penghitungan LD50 dan ED50 dosis obat diazepam yang diberikan pada mencit?
· Bagaimana perhitungan konversi dari dosis mencit kedalam dosis manusia?
· Bagaimana hubungan dosis obat yang diberikan dengan respon yang dihasilkan?

1.3. Tujuan Eksperimen

· Mahasiswa akan memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh ED50 dan LD50.
· Mahasiswa memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya.

1.4. Manfaat

Dengan meneliti ED50 suatu obat, kita dapat mengetahui indeks terapi dari obat tersebut. Sehingga dalam keputusan klinik, kita dapat menentukan hubungan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menhasilkan suatu efek yang diinginkan dengan efek yang tidak diinginkan diminimalkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Intensitas efek obat pada makhluk hidup lainnya meningkat jika dosis obat yang diberikan kepadanya juga meningkat. Prinsip ini memungkinan untuk menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau menggambarkan kurva dosis respon. Dari kurva demikian dapat di turunkan ED50, yang artinya dosis yang memberikan efek yang di teliti pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan. Prinsip sama dapat digunakan untuk LD50 atau dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan.

Untuk dapat menentukan secara teliti ED50 lazimnya digunakan berbagai transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satu transformasi ini menggunakan transformasi log-probit, dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi menjadi logaritma dan persentase hewan yang memberikan respon ditransformasikan menjadi nilai probit. Adapun respon dosis sangat dipengaruhi oleh :

1. Dosis yang di berikan.
2. Penurunan / kenaikkan tekanan darah.
3. Kondisi jantung.
4. Tingkat metabolisme dan ekskresi.

Respon obat masing–masing individu berbeda–beda. Respon biasanya disebabakan oleh perbedaan genetic pada metabolisme obat atau mekanisme-mekanisme imunologik, termasuk rasa alergi. Empat mekanisme umum yang mempengaruhi kemampuan merespon suatu obat :

1. Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor.
2. Variasi dalam konsentrasi suatu ligan reseptor endogen.
3. Perubahan dalam jumlah atau fungsi reseptor–reseptor.
4. Perubahan – perubahan dalam komponen respon dastal dari reseptor.

· Hubungan dosis obat – persen responsif :

Untuk menimbulkan effek obat dengan intensitas tertentu pada populasi di perlukan satu kisaran dosis. Jika di buat distribusi frekuensi dari individu yang responsif ( dalam 10% ) pada kisaran dosis tersebut ( dalam log dosis ) maka akan diperoleh kurva distribusi normal.

· Hubungan antara dosis obat dengan respon penderita

- Potensi obat : Potensi suatu obat dipengaruhi oleh absorbsi, distribusi, biotransformasi, metabolisme, ekskresi. Kemampuan bergabung dengan reseptor dan sistem efektor. Atau ukuran dosis obat yang diperlukan untuk menghasilkan respon.

- Efikasi maksimal : Efek maksimal obat dinyatakan sebagai efikasi (kemanjuran) maksimal atau disebut saja dengan efikasi.

Efikasi tergantung pada kemampuan obat tersebut untuk menimbulkan efeknya setelah berinteraksi dengan reseptor. Efikasi bisa dibatasi timbulnya efek yang tidak di inginkan, sehingga dosis harus di batasi. Yang berarti bahwa efek maksimal tidak tercapai. Tiap obat mempunyai efikasi yang berbeda. Misalnya : Morphin, mampu menghilangkan semua intensitas nyeri, sedangkan aspirin hanya menghilangkan nyeri ringan sampai sedang saja.

LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang pecobaan.LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam) sebagian biantang percobaan ada yang mati, dan persentase ini diterapkan dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada absis) dan persentase binatang yang mati (pada ordinat).

LD secara variable menyatakan bahwa dosis ini akan membunuh binatang-banatang dengan sensitivitasnya rata-rata hampir sama. LD50 merupakan suatu hasil dari pengujian dan bukanlah pengukuran kuantitatif. LD50 bukan lah merupakan nilai mutlak, dan akan bervariasi darii satu laboratorium ke laboratorium lain, dan bisa juga pada laboratorium yang sama akan berbeda hasilnya setiap kali dilakukan percobaan.

Oleh karena itu kondisi-kondisi pada percobaan pengujian harus dicatat, demikian pula spesies dan strain binatang yang digunakan harus sama pada setiap kali dilakukan percobaan. Demikian pula cara pemberiian, konsentrasi zat penambah untuk melarutkan obat atau untuk membuat dalam bentuk variiable atau bubuk dan besarnya volume yg diberikan harus seteliti mungkin dan di catat. Diet, suhu lingkungan dan lain-lain variable tidak selalu dapat dikontrol dengan baik. Oleh karena itu suatu standar yang berhubungan dikontrol dengan baik. Dengan pemberian obat ini harus diteliti sebagai pembanding.

· Indeks terapeutik

Indeks terapeutik adalah suatu ukuran keamanan obat karena nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas / lebar di antara dosis – dosis yang efektif dan dosis yang toksik. Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respon yang diinginkan dan respon toksik pada berbagai dosis obat. Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan tolensitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aksi Obat :

1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :
    a. Yang memberikan efek sistemik : oral; sublingual; bukal; parenteral; implantasi subkutan; rektal.
    b. Yang memberikan efek lokal : inhalasi; topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion; obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga.

· Tiopental

Tiopental adalah sebuah obat tidur yang diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum atau untuk produksi anestesi lengkap durasi pendek. Hal ini juga di gunakan untuk hipnosis dan untuk kontrol negara kejang. Telah digunakan pada pasien bedah saraf untuk mengurangi tekanan intrakranial meningkat. Tidak menghasilkan eksitasi apapun tetapi memiliki analgesik miskin dan sifat otot relaksasi. Dosis kecil telah terbukti anti analgesik dan menurunkan ambang nyeri.

· Farmakodinamik

Thiopental, obat tidur, di gunakan untuk induksi anestesi sebelum penggunaan lain agen anestesi umum dan untuk induksi anestesi untuk prosedur bedah, diagnostik, terapeutik atau pendek berhubungan dengan rangsangan nyeri yang minimal. Thiopental adalah depresan ultrashort-acting dari sistem saraf pusat yang menginduksi hipnosis dan anestesi, tetapi tidak analgesia. Ini menghasilkan hipnosis dalam waktu 30 sampai 40 detik injeksi intravena. Pemulihan setelah dosis kecil cepat dengan beberapa efek mengantuk dan amnesia retrograde.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

Alat : alat suntik 1ml, jarum suntik no.1, timbangan hewan.
Bahan : diazepam 2 mg/Kg i.p
Hewan : mencit, bobot tubuh rata-rata 20-30 gram.

3.2. Prosedur Kerja

1. Seluruh kelas dibagi dalam 10 kelompok, masing-masing kelompok menggunakan 5 ekor mencit.
2. Tandai masing-masing mencit hingga mudah dikenali.
3. Dosis yang digunakan lazimnya meningkat dengan factor pekalian 2. Dosis yang diberikan sebagai berikut :

data dosis

Kelompok X yang terdiri dari 5 ekor mencit berfungsi sebagai kontrol dan disuntikkan dengan NaCl fisiologis.

Pengamatan :

Amati dan catat untuk setiap jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” dan nyatakan angka ini dalam persen. Untuk seluruh kelas akan dapat dicatat 9 persentase. Catat juga setiap kematian yang terjadi.

Kontruksi grafik dosis-respon :

1. Pada kertas grafik yang disediakan cantumkan pada basis dosis yang digunakan dan pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilang “righting reflex” atau kematian) pada dosis yang digunakan.
2. Dengan memperhatikan sebaran titik pengamatan, gambarkan grafik dosis respon yang menurut perkiraan saudara paling representative untuk fenomena yang diamatis.

Turunkan dari grafik yang diperoleh ED50 tiopental untuk menghilangkan “righting reflex” pada mencit yang lazimnya dinilai sebagai saat mulai tidur dan bila ada, juga LD50-nya.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Pembahasan

Pada percobaan kali ini dilakukan uji dosis respon terhadap 50 ekor mencit , dilakukan uji dengan cara memasukan obat secara oral dengan menggunakan sonde. Obat yang diberikan adalah diazepam 2 mg/KgBB. Didapatkan mencit yang mengalami righting reflex berupa melemahnya pergerakan pada mencit. Dosis yang memberikan efek pada percobaan umumnya adalah dosis 70 mg/KgBB keatas, namun pada beberapa kelompok dosis 35 mg/KgBB sudah memberikan efek. Diazepam bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi yang tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnyaa pada tempat ikatan.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion-ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk di rangsang berkurang. Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, diazepam akan bekerja sebagai agonis.

Terdapat korelasi yang tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Pada percobaan didapatkan persentase efek dosis tertinggi adalah 560,0 mg yaitu 90% dimana seluruh hewan percobaan yang di injeksikan mengalami kehilangan righting reflex yang menandakan bahwa obat berhasil memberikan efek tanpa menyebabkan kematian. Sedangkan untuk ED50 di dapatkan mulai dari dosis 35,0 mg dimana 31 dari 50 hewan percobaan mengalami kehilangan righting reflex .

4.2. Kesimpulan

Dari grafik di atas di dapatkan kesimpulan bahwa diazepam memberikan efek mulai dari dosis 2,19 mg/KgBB terhadap 50 mencit percobaan, yaitu dengan persentase 32% dan memiliki ED 50 pada dosis 35 mg/KgBB dan mencapai efek maksimal pada dosis 560 mg/KgBB tanpa menyebabkan kematian terhadap hewan percobaan (tidak ada LD50).

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram.E. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Pearce, C. Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : EGC.
Muthler, Erast.1991.Dinamika Obat.Edisi Kelima.Bandung : ITB
Wati, D.K.2009. Sistem Organ Tikus Rattus Norvegicus dan Pengamatan Sel Secara Mikroskopis. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Wednesday, January 25, 2017

NITROGLISERIN

Nitrogliserin?? apaan tu?? obat kumur?? bukan, itu listerin!! o.o
nah biar ga salah konsumsi obat nitrogliserin, yuk disimak dan dibaca artikel saya dibawah ini :)
check it 

MENGENAL OBAT NITROGLISERIN


nitrogliserin
Struktur Nitrogliserin

       Nitroglycerin atau GlycerylTrinitrate merupakan sebuah vasodilator (pelebaran pembuluh darah) yang mudah menguap, yang dapat mengurangi angina pectoris dengan cara merangsang guanylate cyclase dan merendahkan kalsium sitosolik. Nitroglycerin digunakan untuk pengobatan angina pectoris dan hipertensi, untuk menghasilkan hipotensi yang terkontrol selama pembedahan dan untuk mengobati gagal jantung.

- Sifat Fisikokimia
Nitrogliserin berbentuk gas yang mudah meledak dan mudah terbakar, berwarna putih atau kuning pucat. Nitrogliserin yang tidak diencerkan sukar larut dalam air; larut dalam metanol,etanol, karbon disulfida, aseton, etil eter, etil asetat, asam asetat glasial, benzena, toluena, nitrobenzena, fenol, kloroform dan metilena klorida.

Keterangan :
Nitrogliserin berbentuk gas yang mudah meledak dan mudah terbakar, berwarna putih atau kuning pucat. Nitrogliserin yang tidak diencerkan sukar larut dalam air; larut dalam metanol,etanol, karbon disulfida, aseton, etil eter, etil asetat.


Indikasi

Pengobatan angina pektoris; bentuk injeksi IV digunakan untuk gagal jantung kongestif (terutama bila disebabkan infark miokard akut); hipertensi pulmoner; emergensi hipertensi selama operasi (terutama selama pembedahan jantung)



Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Untuk mengendalikan tekanan darah selama anestesi; pemberian IV untuk pengobatan gagal jantung akut atau edema paru, angina pektoris akut atau angina tidak stabil, infark miokard akut, hipertensi paru akut; pengobatan hipertensi berat, hipertensi postoperasi, hipertensi perioperative (mis.selama pembedahan jantung), atau emergensi hipertensi: dosis intravenous:

·        Dewasa: Awal, 5 mcg/menit infus IV.,tingkatkan sebanyak 5 mcg/menit IV setiap 3-5 menit  sampai 20 mcg/menit sampai didapat respon klinis; jika tidak ada respon pada 20 mcg/menit,tingkatkan dosis sebesar 10 mcg/menit setiap 3-5 menit sampai 200 mcg/menit.

·       Usila:  Pemberian dosis awal serendah mungkin dan tingkatkan hingga efek klinik tercapai. Usila lebih sensitif terhadap efek hipotensi dan bradikardi dari nitrogliserin.

·        Anak-anak: Dosis Awal, 0.25-0.5 mcg/kg/menit melalui infus IV (intravena), titrasi 1 mcg/kg/ menit pada interval waktu 20-60 menit untuk mendapat efek yang diinginkan. Dosis umum adalah 1-3 mcg/kg/menit, maksimum 5 mcg/kg/menit.



Farmakologi

Onset pemberian nitrogliserin: IV, segera. Durasi aksi pemberian IV : 3-5 menit. Nitrogliserin terdistribusi luas di dalam jaringan dengan persentase sekitar 60%nya terikat protein. Metabolit nitrogliserin, 1,3- dan 1,2-glyceryl dinitrate, tidak seefektif nitrogliserin dan memiliki T½ sekitar 40 menit, dibanding dengan nitrogliserin yang hanya 1-4 menit. Metabolit ini diekskresikan melalui ginjal.


Stabilitas Dalam Penyimpanan
Stabil di dalam D5LR, D51/2NS, D5NS, LR, 1/2NS. Kompatibilitas ketika di campur: Dosis bervariasi dan membutuhkan titrasi, sehingga pencampuran dengan obat lain tidak disarankan. Kompatibel: Alteplase, aminofilin, dobutamin, dopamin, enalaprilat, furosemid, lidokain, verapamil. Incompatible: hidralazin, fenitoin.

Kontraindikasi
·        Hipersensitif terhadap nitrat organik; hipersensitif terhadap isosorbide, nitrogliserin, atau komponen lain dalam sediaan, penggunaan bersama penghambat phosphodiesterase-5 (PDE-5) seperti sildenafil, tadalafil, atau vardenafil; angle-closure glaucoma  (terjadi peningkatan tekanan intraokuler); trauma kepala atau perdarahan serebral (meningkatkan tekanan intrakranial); anemia berat.
·       Kontraindikasi IV: Hipotensi; hipovolemia yang tidak terkoreksi; gangguan sirkulasi serebral; constrictive pericarditis; perikardial tamponade karena obat mengurangi aliran darah balik, mengurangi preload dan mengurangi output jantung sehingga memperparah kondisi ini.
·      Nitrogliserin jangan diberikan pada pasien hipovolemia yang tidak terkoreksi (atau dehidrasi) karena risiko menginduksi hipotensi,gangguan sirkulasi serebral, perikarditis konstriktif, pericardial tamponade.
·        Nitrogliserin harus digunakan hati-hati pada pasien hipotensi atau hipotensi ortostatik karena obat ini dapat memperparah hipotensi, menyebabkan bradikardi paradoksikal, atau memperberat angina.
·        Terapi nitrat dapat memperberat angina karena kardiomiopati hipertropik.
·        Penggunaan nitrogliserin pada awal infark miokar akut perlu pemantauan hemodinamika dan status klinis.
·        Nitrogliserin harus digunakan hati-hati setelah infark miokardiak karena hipotensi dan takikardia dapat memperparah iskemia.


Efek Samping
·       Kardiovaskuler: Hipotensi, hipotensi postural, pallor, kolaps kardiovaskuler, takikardi, syok, kemerahan, edema perifer.
·        SSP: sakit kepala (paling sering), pusing (karena perubahan tekanan darah), tidak bisa tidur.
·        Gastrointestinal: Mual, muntah, diare.
·        Genitourinari: inkontinensia urin.
·        Hematologi: Methemoglobinemia (jarang, bila overdosis).
·        Neuromuskuler & skelet: Lemah/letih.
·        Mata: Pandangan kabur. Insiden hipotensi dan efek yang tidak diharapkan akan meningkat jika digunakan bersama sildenafil (Viagra®).

Interaksi
·   Dengan Obat Lain :  Pemberian bersama dengan alkaloid ergot potensial  dapat menyebabkan vasospasme koroner dan dapat memperberat angina. Alkaloid ergot kontraindikasi pada pasien angina, hipertensi atau penyakit arteri koroner yang mendapatkan terapi nitrogliserin. Penggunaan bersama obat simpatomimetik (dapat meningkatkan tekanan darah dan nadi) seperti norepinefrin, epinefrin, fenilefrin, efedra, atau efedrin, bersifat antagonis efek antiangina dari nitrat. Efek vasodilatasi nitrat dapat menghambat efek adrenergik alfa dari epinefrin sehingga memperberat takikardi dan hipotensi berat. Nitrit dan nitrat merupakan antagonis asetilkolin dan histamin. Sehingga, nitrogliserin dapat mengurangi efek obat ini (mis, asetilkolin, norepinefrin dan histamin dihidroklorid) bila digunakan bersama.


Pengaruh
· Terhadap Kehamilan :  Nitrogliserin diklasifikasikan dalam kategori C pada kehamilan. Meskipun tidak dilakukan penelitian pada manusia, tetapi penelitian pada binatang menunjukkan adanya efek yang tidak diharapkan pada janin. Jadi apabila memutuskan pemberian obat ini pada kehamilan, harus dipertimbangkan keuntungan terhadap ibu dan risikonya terhadap janin.
· Terhadap Ibu Menyusui : Belum diketahui apakah nitrogliserin atau metabolitnya diekskresikan didalam ASI. Karena banyak obat yang diekskresikan didalam ASI, perlu hati-hati jika diberikan pada ibu menyusui.
·   Terhadap Anak-anak :  Keamanan dan efektivitas nitrogliserin pada anak-anak belum diketahui.


Peringatan
Dapat terjadi hipotensi yang berat. Gunakan hati-hati pada hipotensi, hipovolemia, dan infark ventrikel kanan. Selain hipotensi, juga disertai bradikardi paradoksal dan angina pektoris. Dapat juga terjadi hipotensi postural. Dapat terjadi toleransi terhadap nitrat, diperlukan perhitungan dosis yang tepat untuk meminimalkan efek samping ini. Keamanan dan efikasi tidak diketahui bila digunakan pada pasien anak-anak. Hindari penggunaan jangka panjang pada pasien penderita infark miokard akut atau gagal jantung kongestif. Nitrat dapat memperparah angina yang disebabkan oleh kardiomiopati hipertropik. Nitrat dapat memperberat angina yang disebabkan kardiomiopati hipertropik.

Mekanisme Aksi
Bekerja dengan relaksasi otot polos, menghasilkan efek vasodilator pada vena perifer dan arteri, dengan efek paling penting pada vena. Menurunkan kebutuhan oksigen jantung dengan mengurangi preload (ventrikel kiri-tekanan diastolik); serta mengurangi afterload; dilatasi arteri koroner dan memperbaiki aliran kolateral pada daerah iskemik.

Monitoring Penggunaan Obat
Kaji potensial interaksi dengan obat-obat lain yang diminum pasien (mis, heparin, alkaloid ergot, sildenafil, tadalafil, atau vardenafil). Evaluasi efektivitas terapi (status kardiak) dan efek yang tidak diharapkan (mis, hipotensi, aritmia, perubahan SSP, gangguan GI).Dosis harus diturunkan bertahap pada penghentian obat setelah penggunaan jangka waktu lama. Informasikan pada pasien tentang penggunaan obat, kemungkinan efek samping/intervensi (mis, periode bebas obat) dan pelaporan efek yang tidak diharapkan.

  
Literature
·        Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
·        Nugroho, A.E. 2013. Farmakologi. Jakarta : Pustaka Pelajar.
·        Universitas Indonesia, FK. 1995. FARMAKOLOGI dan TERAPI Edisi 4. Jakarta : FK UI.
·      Nafu, H.M.S. 2011. Medical Management of Angina Pectoris. https://id.scribd.com/doc/61601638/Jurnal-Angina. 25 januari 2017.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

gimana sekarang jadi lebih tahu kan tentang obat nitrogliseryn?
jangan sampe salah konsumsi ya :D
klo ada pertanyaan silahkan masukan di kolom komentar ya..
buat yang suka artikel saya silahkan berlangganan dan g+ nya dulu donk hehe..
jangan bosan membaca dan jangan bosan mampir di blog saya hehe..
sekian dari saya, see you next article :)

Tuesday, January 24, 2017

Laporan Praktikum Kimia Organik II Aldehid & Keton

A. JUDUL PRAKTIKUM : ALDEHID KETON

B. TUJUAN PRAKTIKUM :
    1. Mengidentifikasi adanya gugus aldehid atau keton dalam suatu senyawa organik.
    2. Membedakan antara senyawa aldehid dengan keton.

C. TEORI DASAR PRAKTIKUM
       Aldehid dan keton merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus karbonil. Aldehid mempunyai sedikitnya satu hydrogen yang terikat pada karbo karbonil,sedangkan keton tidak mempunyai hydrogen yang teriakt pada karbonil,hanya karbonyang mengandung gugus R (R adalah alkil/aromatic). Rumus struktur aldehid dan keton yaitu :
                                          ALDEHID                                             KETON
struktur aldehid keton
             Contoh : CH2CHO, Asetaldehid                       Contoh : CH3COCH3, Aseton
      Aldehida merupakan senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen (H). Aldehid memiliki sifat lebih reaktif dari pada alkohol, dapat mengalami beberapa reaksi seperti reaksi adisi dan reaksi oksidasi, aldehid dapat dioksidasi menjadi asam, dapat mengalami reaksi poli-merisasi. Karakteristik dari aldehid ini yaitu berwujud gas pada suhu kamar dengan bau tidak enak, berwujud cair pada suhu kamar dengan bau sedap, senyawa polar sehinggan titik didihnya tinggi dan tidak berwarna. Struktur dari aldehid yaitu mengandung unsur C, H, dan O dengan rumus R-CHO, dimana R= adalah alkil dan –CHO adalah Gugus fungsi aldehida.

       Keton merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil yang terikat pada dua gugus alkil. Keton ini memiliki sifat polar karena gugus karbonilnya polar dan keton lebih mudah menguap daripada alkohol dan asam karboksilat. Karakteristik dari keton ini berupa cairan tak berwarna, umumnya larut dalam air, mempunyai titik didih yang relatif lebih tinggi daripada senyawa non polar dan dapat direduksi oleh gas H2 sehingga menghasilkan alkohol sekunder. Struktur dari gugus keton yaitu mengandung unsur C, H, dan O dengan rumus R-CO-R’, dimana R adalah alkil dan -CO- adalah gugus fungsi keton (karbonil).

       Perbedaan dari aldehid dan keton sendiri antara lain senyawa aldehid mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hydrogen, sedangkan keton yaitu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil yang terikat dengan dua gugus alkil. Aldehid mudah teroksidasi sedangkan keton agak sukar teroksidasi. Aldehid lebih reaktif dibandingkan dengan keton terhadap adisi nukleofilik. Jadi aldehid dan keton dapat dibedakan dengan menggunakan zat pereaksi yang berfungsi sebagai oksidator, dimana keton tidak dapat teroksidasi tetapi aldehid sangat mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat baik oleh zat pengoksidasi kuat seperti kalium permangat dan kalium bikromat maupun zat pengoksidasi lemah seperti reagent tollens. Untuk mengetahui adanya gugus karbonil (aldehid dan keton) dalam suatu senyawa organik dapat digunakan pereaksi 2,4-DNPH. Keton terkonjugasi seperti aseton, sikloheksanon memberikan endapan kuning, sedangkan keton yang terkojugasi seperti benzofenon memberikan endapan orange sampai merah. Reaksi aldehid dengan reagent tollens Ag (NH3) OH akan menghasilkan garam karboksilat dan endapan cermin perak (Ag).

D. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Rak pipet
3. Penangas air
4. Gelas piala
5. Pipet takar

Bahan :
o Zat : Formaldehid, asetaldehid, benzaldehid , aseton, 2- butanon, sikloheksanon , benzofenon
o Pereaksi : 2,4-dinitrofenilhidrazin, pereaksi schiffs, fehling,benedict, tollens A dan tollens B, H2SO4, K2CrO7

E. PRODUSER KERJA

1. Tes 2,4-DNPH (Uji gugus karbonil)
Kedalam masing-masing tabung reaksi kecil masukkan 1 tetes zat (formaldehid, asetaldehid, benzaldehid, aseton, sikloheksanon). Kemudian tambahkan 1 ml pereaksi 2,4-DNPH. Kocok campuran dengan kuat,sebagian besar aldehid dan keton akan memberikan endapan kuning sampai merah dengan segera, walaupun beberapa senyawa membutuhkan waktu 15 menit.

2. Membedakan aldehid dan keton
a. Test fehling
Kedalam masing-masing tabung reaksi kecil masukan 2 tetes zat (formaldehid, asetaldehid, benzaldehid, aseton, sikloheksanon). Kemudian tambahkan 1 ml pereaksi fehling A dan fehling B, panaskan diatas penangas air. Bila terbentuk endapan merah bata dari Cu2O maka senyawa tersebut adalah aldehid, sedangkan keton tidak bereaksi.

b. Test Benedict
Lakukanlah hal yang sama seperti pada test fehling diatas tapi masing-masing gunakan pereaksi benedict.

c. Test Tollens
Kedalam masing-masing tabung reaksi kecil masukkan 2 tetes zat (formaldehid, asetaldehid, benzaldehid, aseton, sikloheksanon). Kemudian tambahkan 1 ml pereaksi tollens, aduk dan panas di penangas air dan amati apa yag terjadi.

d. Test Oksidasi
Kedalam masing-masing tabung reaksi masukkan 1 tetes (formaldehid, benzaldehid, asetaldehid, aseton, sikloheksanon) dan tambahkan beberapa larutan kalium bikromat dan beberapa tetes H2SO4. Test positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna orange ke hijau.

e. Test Schiffs
Kedalam masing-masing tabung reaksi masukkan 2 tetes (formaldehid, benzaldehid, asetaldehid, aseton, sikloheksanon) dan tambahkan kemasing-masing tabung reaksi 2 ml reagen schiffs dan kocok campur dalam suasana dingin dingin. Dan amati apa yang terjadi.


F. HASIL PENGAMATAN

1. Tes 2,4-DNPH (Uji gugus karbonil)
● 1 tetes formaldehid + 1 ml pereaksi 2,4-DNPH , dikocok → Terjadi endapan kuning
● 1 tetes benzaldehid + 1 ml pereaksi 2,4-DNPH, dikocok → Terjadi endapan kuning
● 1 tetes aseton + 1 ml pereaksi 2,4-DNPH, dikocok → Tidak Terjadi endapan kuning
● 1 tetes sikloheksanon + 1 ml pereaksi 2,4-DNPH, dikocok → Terjadi endapan kuning

2. Membedakan aldehid dan keton
a. Tes fehling
● 2 tetes formaldehid + 1 ml Fehling A& B, dipanaskan → Terjadi endapan merah bata ( senyawa aldehid )
● 2 tetes asetaldehid + 1 ml Fehling A& B, dipanaskan → Terjadi endapan merah bata ( senyawa aldehid )
● 2 tetes aseton + 1 ml Fehling A& B, dipanaskan → Tidak Terjadi endapan ( senyawa keton )
● 2 tetes sikloheksanon + 1 ml Fehling A& B, dipanaskan → Tidak Terjadi endapan ( senyawa keton)

b. Tes Benedict
● 2 tetes formaldehid + 1 ml peraksi benedict → Warna biru tidak bereaksi (senyawa keton )
● 2 tetes benzaldehid + 1 ml peraksi benedict → Warna biru tidak bereaksi (senyawa keton )
● 2 tetes aseton + 1 ml peraksi benedict → Warna biru tidak bereaksi (senyawa keton )
● 2 tetes sikloheksanon + 1 ml peraksi benedict → Warna biru tidak bereaksi (senyawa keton )

c. Test Tollens
● 2 tetes formaldehid + 1 ml peraksi tollens, aduk panaskan → Terjadi endapan warna perak
● 2 tetes benzaldehid + 1 ml peraksi tollens, aduk panaskan → Terjadi endapan warna perak
● 2 tetes aseton + 1 ml peraksi tollens, aduk panaskan → Terjadi endapan warna perak
● 2 tetes sikloheksanon + 1 ml peraksi tollens, aduk panaskan → Terjadi endapan warna perak

d.Tes Oksidasi ● 1 tetes formaldehid + beberapa kalium bikromat & H2SO4 (+) terjadi perubahan warna dari orange menjadi hijau
● 1 tetes benzaldehid + beberapa kalium bikromat & H2SO4 (+) terjadi perubahan warna dari orange menjadi hijau
● 1 tetes aseton + beberapa kalium bikromat & H2SO4 (-) tidak terjadi perubahan warna
● 1 tetes sikloheksanon + beberapa kalium bikromat & H2SO4 (+) terjadi perubahn warna dari oren menjadi hijau
d. Tes Schiffs ● 2 tetes formaldehid + 2 ml pereaksi schiffs Tidak terjadi reaksi dan perubahan warna
● 2 tetes benzaldehid + 2 ml pereaksi schiffs Tidak terjadi reaksi dan perubahan warna

● 2 tetes aseton + 2 ml pereaksi schiffs Tidak terjadi reaksi dan perubahan warna
● 2 tetes sikloheksanon + 2 ml pereaksi schiffs Tidak terjadi reaksi dan perubahan warna





G. TUGAS
1. Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi lengkap dengan pengamatannya untuk semua percobaan yang dilakukan terhadap sampel anda !
Jawab :
a) Test 2,4 DNPH
- 2,4 DNPH + CHCHO  endapan kuning
- 2,4 DNPH + C6H5CHO  endapan kuning
- 2,4 DNPH + C3H6O  endapan kuning
- 2,4 DNPH + C7H12O  endapan kuning
b) Test Fehling
- 2 CuO (aq) + CHCHO  CHCOOH + Cu2O (endapan merah bata)
- 2 CuO (aq) + C6H5CHO  C6H5COOH + Cu2O (endapan merah bata)
- 2 CuO (aq) + C3H6O  tidak bereaksi
- 2 CuO (aq) + C7H12O  tidak bereaksi
c) Test Benedict
- 2 Cu2+ + 5 OH + CHCHO  tidak bereaksi
- 2 Cu2+ + 5 OH + C6H5CHO  tidak bereaksi
- 2 Cu2+ + 5 OH + C3H6O  tidak bereaksi
- 2 Cu2+ + 5 OH + C7H12O  tidak bereaksi
d) Test tollens
- Ag2O (aq) + CHCHO  CHCOOH + 2 Ag (lapisan cermin perak)
- Ag2O (aq) + C6H5CHO  C6H5COOH + 2 Ag (lapisan cermin perak)
- Ag2O (aq) + C3H6O  tidak bereaksi
- Ag2O (aq) + C7H12O  tidak bereaksi
e) Test Oksidasi
- K2Cr2O7 + H2SO4 + CHCHO  CHCOOH + Cr2 (SO4)3 (warna hijau)
- K2Cr2O7 + H2SO4 + C6H5CHO  C6H5COOH + Cr2 (SO4)3 (berwarna hijau)
- K2Cr2O7 + H2SO4 + C3H6O  tidak menimbulkan reaksi
- K2Cr2O7 + H2SO4 + C7H12O  tidak menimbulkan reaksi
f) Test schiff
- Schiff + CHCHO  tidak bereaksi
- Schiff + C6H5CHO  warna biru
- Schiff + C3H6O  tidak bereaksi
- Schiff + C7H12O  warna biru

2. Kenapa keton tidak dioksidasi ? jelaskan jawaban anda !
Jawab : keton tidak dapat dioksidasi karena strukturnya yang R-COR’ yang mana atom O terletak ditengah molekul alkil atau arilnya dan berikatan rangkap dengan atom C sehingga terdapat halangan sterik untuk dapat dioksidasi (sukar dioksidasi) hal ini berbeda dengan aldehid yang reaktif karena gugus CHO terdapat di ujung sehingga halangan steriknya lemah.

3. Apa tujuan test schiff ? jelaskan !
Jawab : test Schiff bertujuan untuk membedakan gugus siklik atau aromatic pada aldehid dan keton dengan hasil reaksi biru dengan gugus alifatik (terbuka)

H. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini adalah mengidentifikasi kandungan aldehid dan keton dalam sampel dengan menggunakan metode uji gugus karbonil, test fehling, test benedict, test tollens, test oksidasi, test shiffs.
Percobaan menggunakan uji gugus karbonil, pada larutan formaldehid, benzaldehid dan sikloheksanon terjadi endapan kuning dengan segera, sedangkan aseton tidak terjadi endapan tetapi warna larutan kuning, mungkin aseton membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk endapan.
Pada percobaan test fehling, formaldehid dan benzaldehid terjadi endapan berwarna merah bata, sedangkan aseton dan sikloheksanon tidak terjadi reaksi. Pada percobaan test benedict, semua larutan sampel tidak terjadi reaksi dan warna larutan biru. Pada percobaan test tollens, semua larutan sampel terjadi endapan warna perak. Pada percobaan test oksidasi, larutan formaldehid, benzaldehid dan sikloheksanon terjadi perubahan warna dari orange menjadi hijau, sedangkan aseton tidak terjadi reaksi. Pada percobaan test shiffs, larutan formaldehid, aseton dan sikloheksanon terbentuk larutan berwarna ungu, sedangkan pada benzaldehid terbentuk larutan berwarna biru.


I. KESIMPULAN
• Formaldehid merupakan senyawa aldehid
• Benzaldehid merupakan senyawa aldehid
• Aseton merupakan senyawa keton
• Sikloheksanon merupakan senyawa keton


J. DAFTAR PUSTAKA
Fessenden and Fessenden.1986.Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Kedua.Jakarta: Erlangga.
Redjeki,Tri.1999.Kimia Dasar II.Surakarta: UNS Press.
Hart. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Petrucci,R. H. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern.Jakarta: Erlangga.

Wednesday, October 5, 2016

KARBOHIDRAT : PENGERTIAN, FUNGSI, STRUKTUR, KLASIIKASI, STEREOISOMER

Hallo guys, pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai karbohidrat yang semoga nantinya bisa menjadi pengetahuan ataupun referensi yang bermanfaat bagi kita semua, tahukah kalian apa itu karbohidrat? let's read!

struktur
KARBOHIDRAT merupakan senyawa polihidroksi aldehid atau keton yang memiliki rumus kimia CnH2nOn, sesuai dengan namanya sendiri karbo (C) dan hidrat (H2O) ; nilai n berkisar antara 3-beberapa ratus.
Senyawa organik yang banyak terdapat dalam semua hasil pertanian, dihasilkan dari fotosintesa CO2 dan H2O.
Karbohidrat yang tersimpan dalam tumbuhan atau hewan pada dalam kondisi tertentu dapat diubah menjadi bentuk senyawa lain dan dapat teroksidasi hingga menghasilkan tenaga atau energi.
Contoh karbohidrat yang terdapat pada hewan dan tumbuhan:
pada hewan : di dalam darah terdapat D-glukosa, laktosa di dalam air susu, glikogen, D-ribosa di dalam asam nukleat, dan sebagainya.
pada tumbuhan : Glukosa, pati, hemiselulosa, gum, glukosida, dan sebagainya.

Fungsi Karbohidrat

Fungsi primer dari karbohidrat adalah sebagai cadangan energi jangka pendek (gula merupakan sumber dari energi). Fungsi sekunder dari karbohidrat adalah sebagai cadangan energi jangka menengah (pati untuk tumbuhan dan glikogen untuk hewan dan manusia). Fungsi lainnya adalah sebagai komponen struktural sel.

Klasifikasi Karbohidrat

1. Monosakarida : terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ciri-ciri monosakarida yaitu bersifat netral, dapat mengkristal, dapat mendefusi, mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, tidak larut dalam ester. contoh monosakarida : glukosa, fruktosa.
Berdasarkan jumlah atom C-nya, monosakarida dikelompokkan menjadi:
Triosa (3 atom C) : Gliserosa, Gliseraldehid, Dihidroksi aseton
Tetrosa (4 atom C) : threosa, Eritrosa, xylulosa
Pentosa (5 atom C) : Lyxosa, Xilosa, Arabinosa, Ribosa, Ribulosa
Hexosa (6 atom C) : Galaktosa, Glukosa, Mannosa, fruktosa
Heptosa (7 atom C) : Sedoheptulosa

2. Disakarida : senyawa yang terbentuk dari 2 molekul monosakarida yang sejenis atau tidak. Disakarida bisa di hidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga dapat terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
hidrolisis : terdiri dari 2 monosakarida al
sukrosa : glukosa + fruktosa (C 1-2)
maltosa : 2 glukosa (C 1-4)
trehalosa  2 glukosa (C1-1)
Laktosa : glukosa + galaktosa (C1-4)

3. Oligosakarida : senyawanya terdiri dari gabungan molekul-molekul monosakarida yang banyak gabungan dari 3 – 6 monosakarida, misalnya maltotriosa.

4. Polisakarida : senyawa ini terdiri dari gabungan molekul-molekul  monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Polisakarida merupakan jenis karbohidrat yg terdiri lebih dari 6 monosakarida dengan rantai lurus/cabang.

Banyak monosakarida maupun oligosakarida yang memiliki rasa manis, karena itu karbohidrat yang massa molekul relatif (MR)-nya kecil sering disebut gula.
gula dapur/tebu = sukrosa
gula susu = laktosa

Terdapat 2 jenis monosakarida yakni aldosa (gugus aldehid) dan ketosa (gugus keton).
Aldosa yang paling sederhana yaitu gliseraldehid.
struktur glukosa

Gliseraldehid memiliki siat pereduksi, Atom C-2 pada molekul ini adalah pusat kiral (pusat asimetris), sehingga terdapat 2 isomer yang dikenal sebagai enansiomer.
Enansiomer adalah bayangan cermin satu sama lain, struktur sebelah kiri (I) disebut D-gliseraldehid, sedangkan yang kanan (II) disebut L-gliseraldehid. Awalan D- dan L- menunjukkan konfigurasi atau penataan gugus di sekeliling pusat kiral.
Pada enansioner terdapat aktivitas optik, yakni kemampuan suatu larutan enansiomer untuk berotasi ketika disinari oleh cahaya polarisasi. aktivitas optik dapat diukur dengan menggunakan polarimeter.

Aldosa sederhana diturunkan dari gliseraldehid, yakni dengan memasukkan atom karbon kiral terhidroksilasi (CHOH) diantara karbon C-1 dan C-2 pada molekul gliseraldehid.

struktur

Ketosa Sederhana, diturunkan dari dihidroksiaseton yang merupakan suatu isomer dari gliseraldehid
Dihidroksiaseton tidak memiliki pusat kiral, tetapi turunannya memiliki atom karbon kiral diantara gugus keto dan salah satu gugus hidroksimetil. Terdapat 2 ketotetrosa, 4 ketopentosa dan 8 ketoheksosa.
struktur

Struktur D-Glukosa
D-Glukosa adalah monosakarida yang paling banyak ditemukan. Monomernya terdapat dalam darah dan polimernya terdapat dalam tepung maupun selulosa.

Stereoisomer
Pada gliseraldehid tampak bahwa pada C-sentral merupakan C-asimetris karena mengikat empat gugus yang berlainan yaitu :
-H, -OH, -CH2OH, -CHO 
sehingga gliseraldehid
mempunyai n=1 ( n adalah banyaknya C-asimetris )
jadi gliseraladeid mempunyai 2n = 21 = 2 stereoisomer.

Untuk membedakan kedua isomer tersebut maka pada gugus -OH yang berada di sebelah kanan atom C-sentral diberi notasi D (Dextro = kanan) dan gugus -OH yang berada di sebelah kiri atom C-sentral diberi notasi L (Levo = kiri).
struktur

Penulisan Struktur Cara Fisher - Tollens

Pedoman penulisan cara Fisher adalah aldehid berada di atas, alkohol primer berada di bawah, hidrogen dan hidroksil berada di samping atom C-sentral
struktur

Atom C pada gugus karbonil (C1) adalah asimetris, sehingga mempunyai 2n = 21 =2 isomer optis. Untuk membedakan kedua isomer optis tersebut diberi notasi α untuk (-OH) yang berada di sisi kanan C-asimetris, dan diberi notasi β untuk (-OH) yang berada di sisi kiri C-asimetris.
struktur glukosa


Oligosakarida
Oligosakarida yg paling sederhana adalah Disakarida
Dalam proses penggabungan 2 monomer tersebut H2O akan dibebaskan
                      C12H22O11 = 2C6H12O6 - H2O

Polisakarida
Merupakan polimer unit monosakarida, memiliki fungsi utama sebagai pembentuk struktur atau untuk penyimpanan energi. Tepung dan glikogen merupakan polimer glukosa yang berfungsi sebagai penyimpan gula di dalam tumbuhan dan hewan.
Unit monomer bisa :
 - homopolisakarida
 - heteropolisakarida

Berbeda antara satu dgn yg lain pada unit penyusunnya, ikatan yg menghubungkan, rantai cabang yg terbentuk.

Macam-macam polisakarida :

1.    AMILUM/TEPUNG
rantai a-glikosidik (glukosa)n : glukosan/glukan  Amilosa (15 – 20%) : helix, tidak bercabang
Amilopektin (80 – 85%) : bercabang
Terdiri dari 24 – 30 residu glukosa,
Simpanan karbohidrat pada tumbuhan,
Tes Iod : biru
ikatan C1-4 : lurus
ikatan C1-6 : titik percabangan

2.    GLIKOGEN
Simpanan polisakarida binatang
Glukosan (rantai a) – Rantai cabang banyak
Iod tes : merah

3.    INULIN
pati pada akar/umbi tumbuhan tertentu,
Fruktosan
Larut air hangat
Dapat menentukan kecepatan filtrasi glomeruli.
Tes Iod negatif

4.    DEKSTRIN  dari hidrolisis pati

5.    SELULOSA   (serat tumbuhan)
Konstituen utama framework tumbuhan
tidak larut air – terdiri dari unit b
Tidak dapat dicerna mamalia (enzim pemecah ikatan beta tidak ada) – Usus ruminantia, herbivora ada mikro organisme dapat memecah ikatan beta : selulosa sebagai sumber karbohidrat.

6.    KHITIN
polisakarida invertebrata

7.    GLIKOSAMINOGLIKAN
karbohidrat kompleks
merupakan (+asam uronat, amina)
penyusun jaringan misalnya tulang, elastin, kolagen
Contoh : asam hialuronat, chondroitin sulfat

8.    GLIKOPROTEIN
Terdapat di cairan tubuh dan jaringan
terdapat di membran sel
merupakan Protein + karbohidrat  klik sini Sumber TERKAIT

Karbohidrat pada makanan dapat kita temukan di nasi, roti, gandum, dll
jadi konsumsilah makanan sesuai dengan gizi yang dibutuhkan, karbohidrat berguna untuk menambah energi kita, jadi jika terjadi kekurangan karbohidrat tubuh kita bisa terasa lemas hingga pingsan, jadi makanlah secara teratur.

Literatur :