Friday, June 23, 2017

Laporan Praktikum Farmakologi Dosis Respon

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

logo stikes hi jambi

DOSEN PENGAMPU :
YUNI ANDRIANI, M.Si, Apt.

OLEH :
KELOMPOK 1
· SRI WAHYUNI        NIM.1548201001
· INDRIAWATI           NIM.1548201002
· M.HABIBIE             NIM.1548201003
· LIKHA ULANDARI NIM.1548201004

PROGRAM STUDI FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU
JAMBI
2017


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat-obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khususs dengan cara mengubah aktivitas biofisika dan biokimia makromolekul. Pemikiran ini sudah berlangsung lebih dari seabad dan diwujudkan dengan istilah reseptor. Afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obat-reseptor (drug-receptor complexes) dalam jumlah yang berarti, dan jumlah reseptor secara keseluruhan dapat membatasi efek maksimal yang ditimbulkan oleh obat.

Respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yg tidak dapat meningkat kan respon lagi. Memilih di antara sekian banyak obat dan menentukan dosis obat yang tepat, seorang dokter harus mengetahui potensi relative farmakologis dan efikasi maksimal obat dalam kaitannya dengan efek terapeutik yang diharapkan. Potensi mengacu pada konsentrasi(EC50) atau dosis (ED 50) obat yang diperlukan untuk dapat menghasilkan 50% efek maksimal obat tersebut. Potensi obat bergantung sebagian pada afinitas reseptor untuk mengikat obat dan sebagian lagi pada efisiensi interaksi, yang mana interaksi reseptor obat dihubungkan terhadap respon.

Perlu dibedakan antara potensi obat dan efikasi. Keefektifan obat secara klinik tidak bergantung pada potensinya (EC50), tetapi pada efikasi maksimalnya dan kemampuannya mencapai reseptor yang bersangkutan. Kemampuan ini dapat bergantung pada cara pemberian, penyerapan, distribusi di dalam tubuh, dan klirens dari darah atau titik tangkap obat. Efikasi obat yang maksimal jelas krusial untuk mengambil keputusan klinik ketika diperlukan respon yang besar. Potensi farmakologis sebagian besar dapat menentukan dosis obat terpilih yang diberikan.

Kuantal efek dosis sering kali dikarakterisasi dengan menyatakan dosis efektif median (ED50, median effective dose ), dosis dimana 50% individe-individu yang menunjukkan efek kuantal tertentu. Demikian pula dosis yg di perlukan untuk menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan - hewan disebut dengan dosis toksis median (TD50, median toxic dose). Kalau secara efek toksiknya adalah kematian hewan tersebut, maka dapat ditentukan secara eksperimental dengan dosis lethal 50 (LD50, median lethal dose). Satu perhitungan, yang menghubungkan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dengan dosis yang menghasilkan efek yang tidak diinginkan disebut sebagai indeks terapeutik. Indeks therapeutik ini biasa di rumuskan sebagai rasio dari LD50 dengan ED50.

1.2. Rumusan Masalah

· Bagaimana penghitungan LD50 dan ED50 dosis obat diazepam yang diberikan pada mencit?
· Bagaimana perhitungan konversi dari dosis mencit kedalam dosis manusia?
· Bagaimana hubungan dosis obat yang diberikan dengan respon yang dihasilkan?

1.3. Tujuan Eksperimen

· Mahasiswa akan memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh ED50 dan LD50.
· Mahasiswa memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya.

1.4. Manfaat

Dengan meneliti ED50 suatu obat, kita dapat mengetahui indeks terapi dari obat tersebut. Sehingga dalam keputusan klinik, kita dapat menentukan hubungan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menhasilkan suatu efek yang diinginkan dengan efek yang tidak diinginkan diminimalkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Intensitas efek obat pada makhluk hidup lainnya meningkat jika dosis obat yang diberikan kepadanya juga meningkat. Prinsip ini memungkinan untuk menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau menggambarkan kurva dosis respon. Dari kurva demikian dapat di turunkan ED50, yang artinya dosis yang memberikan efek yang di teliti pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan. Prinsip sama dapat digunakan untuk LD50 atau dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan.

Untuk dapat menentukan secara teliti ED50 lazimnya digunakan berbagai transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satu transformasi ini menggunakan transformasi log-probit, dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi menjadi logaritma dan persentase hewan yang memberikan respon ditransformasikan menjadi nilai probit. Adapun respon dosis sangat dipengaruhi oleh :

1. Dosis yang di berikan.
2. Penurunan / kenaikkan tekanan darah.
3. Kondisi jantung.
4. Tingkat metabolisme dan ekskresi.

Respon obat masing–masing individu berbeda–beda. Respon biasanya disebabakan oleh perbedaan genetic pada metabolisme obat atau mekanisme-mekanisme imunologik, termasuk rasa alergi. Empat mekanisme umum yang mempengaruhi kemampuan merespon suatu obat :

1. Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor.
2. Variasi dalam konsentrasi suatu ligan reseptor endogen.
3. Perubahan dalam jumlah atau fungsi reseptor–reseptor.
4. Perubahan – perubahan dalam komponen respon dastal dari reseptor.

· Hubungan dosis obat – persen responsif :

Untuk menimbulkan effek obat dengan intensitas tertentu pada populasi di perlukan satu kisaran dosis. Jika di buat distribusi frekuensi dari individu yang responsif ( dalam 10% ) pada kisaran dosis tersebut ( dalam log dosis ) maka akan diperoleh kurva distribusi normal.

· Hubungan antara dosis obat dengan respon penderita

- Potensi obat : Potensi suatu obat dipengaruhi oleh absorbsi, distribusi, biotransformasi, metabolisme, ekskresi. Kemampuan bergabung dengan reseptor dan sistem efektor. Atau ukuran dosis obat yang diperlukan untuk menghasilkan respon.

- Efikasi maksimal : Efek maksimal obat dinyatakan sebagai efikasi (kemanjuran) maksimal atau disebut saja dengan efikasi.

Efikasi tergantung pada kemampuan obat tersebut untuk menimbulkan efeknya setelah berinteraksi dengan reseptor. Efikasi bisa dibatasi timbulnya efek yang tidak di inginkan, sehingga dosis harus di batasi. Yang berarti bahwa efek maksimal tidak tercapai. Tiap obat mempunyai efikasi yang berbeda. Misalnya : Morphin, mampu menghilangkan semua intensitas nyeri, sedangkan aspirin hanya menghilangkan nyeri ringan sampai sedang saja.

LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang pecobaan.LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam) sebagian biantang percobaan ada yang mati, dan persentase ini diterapkan dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada absis) dan persentase binatang yang mati (pada ordinat).

LD secara variable menyatakan bahwa dosis ini akan membunuh binatang-banatang dengan sensitivitasnya rata-rata hampir sama. LD50 merupakan suatu hasil dari pengujian dan bukanlah pengukuran kuantitatif. LD50 bukan lah merupakan nilai mutlak, dan akan bervariasi darii satu laboratorium ke laboratorium lain, dan bisa juga pada laboratorium yang sama akan berbeda hasilnya setiap kali dilakukan percobaan.

Oleh karena itu kondisi-kondisi pada percobaan pengujian harus dicatat, demikian pula spesies dan strain binatang yang digunakan harus sama pada setiap kali dilakukan percobaan. Demikian pula cara pemberiian, konsentrasi zat penambah untuk melarutkan obat atau untuk membuat dalam bentuk variiable atau bubuk dan besarnya volume yg diberikan harus seteliti mungkin dan di catat. Diet, suhu lingkungan dan lain-lain variable tidak selalu dapat dikontrol dengan baik. Oleh karena itu suatu standar yang berhubungan dikontrol dengan baik. Dengan pemberian obat ini harus diteliti sebagai pembanding.

· Indeks terapeutik

Indeks terapeutik adalah suatu ukuran keamanan obat karena nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas / lebar di antara dosis – dosis yang efektif dan dosis yang toksik. Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respon yang diinginkan dan respon toksik pada berbagai dosis obat. Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan tolensitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aksi Obat :

1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :
    a. Yang memberikan efek sistemik : oral; sublingual; bukal; parenteral; implantasi subkutan; rektal.
    b. Yang memberikan efek lokal : inhalasi; topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion; obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga.

· Tiopental

Tiopental adalah sebuah obat tidur yang diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum atau untuk produksi anestesi lengkap durasi pendek. Hal ini juga di gunakan untuk hipnosis dan untuk kontrol negara kejang. Telah digunakan pada pasien bedah saraf untuk mengurangi tekanan intrakranial meningkat. Tidak menghasilkan eksitasi apapun tetapi memiliki analgesik miskin dan sifat otot relaksasi. Dosis kecil telah terbukti anti analgesik dan menurunkan ambang nyeri.

· Farmakodinamik

Thiopental, obat tidur, di gunakan untuk induksi anestesi sebelum penggunaan lain agen anestesi umum dan untuk induksi anestesi untuk prosedur bedah, diagnostik, terapeutik atau pendek berhubungan dengan rangsangan nyeri yang minimal. Thiopental adalah depresan ultrashort-acting dari sistem saraf pusat yang menginduksi hipnosis dan anestesi, tetapi tidak analgesia. Ini menghasilkan hipnosis dalam waktu 30 sampai 40 detik injeksi intravena. Pemulihan setelah dosis kecil cepat dengan beberapa efek mengantuk dan amnesia retrograde.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

Alat : alat suntik 1ml, jarum suntik no.1, timbangan hewan.
Bahan : diazepam 2 mg/Kg i.p
Hewan : mencit, bobot tubuh rata-rata 20-30 gram.

3.2. Prosedur Kerja

1. Seluruh kelas dibagi dalam 10 kelompok, masing-masing kelompok menggunakan 5 ekor mencit.
2. Tandai masing-masing mencit hingga mudah dikenali.
3. Dosis yang digunakan lazimnya meningkat dengan factor pekalian 2. Dosis yang diberikan sebagai berikut :

data dosis

Kelompok X yang terdiri dari 5 ekor mencit berfungsi sebagai kontrol dan disuntikkan dengan NaCl fisiologis.

Pengamatan :

Amati dan catat untuk setiap jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” dan nyatakan angka ini dalam persen. Untuk seluruh kelas akan dapat dicatat 9 persentase. Catat juga setiap kematian yang terjadi.

Kontruksi grafik dosis-respon :

1. Pada kertas grafik yang disediakan cantumkan pada basis dosis yang digunakan dan pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilang “righting reflex” atau kematian) pada dosis yang digunakan.
2. Dengan memperhatikan sebaran titik pengamatan, gambarkan grafik dosis respon yang menurut perkiraan saudara paling representative untuk fenomena yang diamatis.

Turunkan dari grafik yang diperoleh ED50 tiopental untuk menghilangkan “righting reflex” pada mencit yang lazimnya dinilai sebagai saat mulai tidur dan bila ada, juga LD50-nya.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Pembahasan

Pada percobaan kali ini dilakukan uji dosis respon terhadap 50 ekor mencit , dilakukan uji dengan cara memasukan obat secara oral dengan menggunakan sonde. Obat yang diberikan adalah diazepam 2 mg/KgBB. Didapatkan mencit yang mengalami righting reflex berupa melemahnya pergerakan pada mencit. Dosis yang memberikan efek pada percobaan umumnya adalah dosis 70 mg/KgBB keatas, namun pada beberapa kelompok dosis 35 mg/KgBB sudah memberikan efek. Diazepam bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi yang tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnyaa pada tempat ikatan.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion-ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk di rangsang berkurang. Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, diazepam akan bekerja sebagai agonis.

Terdapat korelasi yang tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Pada percobaan didapatkan persentase efek dosis tertinggi adalah 560,0 mg yaitu 90% dimana seluruh hewan percobaan yang di injeksikan mengalami kehilangan righting reflex yang menandakan bahwa obat berhasil memberikan efek tanpa menyebabkan kematian. Sedangkan untuk ED50 di dapatkan mulai dari dosis 35,0 mg dimana 31 dari 50 hewan percobaan mengalami kehilangan righting reflex .

4.2. Kesimpulan

Dari grafik di atas di dapatkan kesimpulan bahwa diazepam memberikan efek mulai dari dosis 2,19 mg/KgBB terhadap 50 mencit percobaan, yaitu dengan persentase 32% dan memiliki ED 50 pada dosis 35 mg/KgBB dan mencapai efek maksimal pada dosis 560 mg/KgBB tanpa menyebabkan kematian terhadap hewan percobaan (tidak ada LD50).

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram.E. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Pearce, C. Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : EGC.
Muthler, Erast.1991.Dinamika Obat.Edisi Kelima.Bandung : ITB
Wati, D.K.2009. Sistem Organ Tikus Rattus Norvegicus dan Pengamatan Sel Secara Mikroskopis. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

0 comments:

Post a Comment